KENDARI, Media Sultra-Saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU)
dalam kasus dugaan korupsi dana penanggulangan pra bencana di BPBD
(Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten Kolaka, mengatakan kalau
proyek bencana itu sudah diatur pemenang tendernya. Keterangan itu
diungkapkan Abdul Madjid Dollah di Pengadilan Tipikor Kendari, Senin
(3/2).
Dihadapan hakim ketua Jarasmen Purba, Madjid menjelaskan indikasi itu
terlihat ketika permohonan proyek tersebut disetujui BPBN (Badan
Penanggulangan Bencana Nasional). Terdakwa adakan lelang proyek, dan
ternyata telah dimenangkan oleh Ridwan yang menurut sepengetahuan saksi
kalau Ridwan itu adalah konsultan perencanaan yang pernah mendampingi
terdakwa ketika mengajukan permohonan dana pra bencana ke BPBN.
Tidak hanya atur-mengatur pemenang tender proyek bencana. Madjid juga
menyebutkan bahwa pencairan uang proyek bencana melalui bendahara BPBD
Kolaka Syamsul Bahri bukan dikirimkan melalui rekeningnya tapi ke
rekening orang lain.
Kasus dugaan korupsi dana bencana ini bermula ketika terdakwa
Zulkifli Tahrir mengajukan proposal permohonan pendanaan untuk
penanggulangan pra bencana ke BPBN di Jakarta tanggal 18 Agustus 2009
senilai Rp 24 miliar 028 juta 712 ribu. Kemudian tanggal 23 Oktober,
BPBN menyetujui permohonan terdakwa sebesar Rp 17 miliar 429 juta 893
ribu, untuk pembuatan jembatan permanen, normalisasi sungai, talud
pengaman pantai, dan pembangunan saluran permanen.
Namun usai pengerjaan proyek akhir 2011, terutama pada proyek
pengerjaan talud pengaman pantai di Desa Iwoimendaa dan Desa Babarima.
Dari pemeriksaan uji beton oleh UPTD Laboratorium Dinas PU Sultra
menemukan mutu beton tidak sesuai dengan perencanaan teknis dan bisa
menyebabkan keruntuhan bangunan talud yang berfungsi untuk meredam
energi gelombang laut.
Dari pemeriksaan itu juga ditemukan pembangunan pondasi talud dalam
gambar perencanaan ukurannya 1 meter per buah tapi kenyataan ukurannya
0,50 meter pe buah, dan dalam desain gambar menggunakan batu split
ternyata hanya menggunakan batu kerikil. Akibat dari perbuatan terdakwa
negara dirugikan sebesar Rp 6 miliar 339 juta 572 ribu 716 dari nilai
total dana proyek yang dikucurkan BPBN pusat.
Bahkan terdakwa selaku Pejabat Pembuat Komitmen Daerah (PPKD) dan
Syamsul Bahri selaku Penanggungjawab Operasional Kegiatan (PJOK) plus
tujuh orang kontraktor yang mengerjakan talud telah menandatangani
berita acara kemajuan fisik. Namun laporan ini berbeda dengan laporan
yang diserahkan terdakwa ke BPBN pusat. Kalau laporan itu
ditandantangani terdakwa, Syamsul Bahri, dan perusahaan pemenang tender
yakni PT Mega Senindo. (M-2/Ms-5)
+ komentar + 1 komentar
Atur mengatur sudah menjadi hal biasa hahahahaha
Post a Comment