KENDARI, (Seputar Sultra) - Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi
Tenggara mengingatkan kepada Gubernur, seluruh Bupati dan Walikota
selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di Sulawesi Tenggara, agar
berhati-hati dan selektif dalam mengeluarkan Surat Pernyataan Tanggung
Jawab Multlak (SPTM) kepada setiap CPNS K2 yang hendak mengurus
kelengkapan berkas administrasi untuk diusulkan dalam penetapan Nomor
Induk Pegawai Negeri Sipil. Peringatan tersebut disampaikan Kepala
Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sultra, Aksah, Jumat (21/3/2014).
Menurut Aksah, warning tersebut disampaikan agar Gubernur, Bupati dan
Walikota selaku PPK di lingkup pemerintahannya masing-masing tidak
tersandung masalah hukum di kemudian hari terkait masalah ini. “Kami
hanya mengingatkan seluruh PPK agar hati-hati dan teliti sebelum
memberikan SPTM kepada setiap honorer K2 yang lulus seleksi, agar di
kemudian hari tidak ada PPK yang berurusan dengan hukum,” katanya.
Aksah mengungkapkan, berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan
Ombudsman RI Perwakilan Sultra maupun laporan/pengaduan masyarakat yang
masuk di Ombudsman, banyak ditemukan honorer K2 yang lulus seleksi namun
patut diduga tidak memenuhi syarat administrasi yang ditentukan.
Dijelaskan, persyaratan tenaga honorer K2 untuk dapat diangkat
menjadi CPNS, antara lain, bekerja pada instansi pemerintah, diangkat
oleh PPK atau pejabat lain di bidang pemerintahan, usia paling tinggi 46
(empat puluh enam) tahun dan paling rendah 19 (sembilan belas) tahun
pada 1 Januari 2006, mempunyai masa kerja sebagai tenaga honorer paling
sedikit 1 (satu) tahun pada 31 Desember 2005 dan sampai saat
pengangkatan sebagai CPNS masih bekerja secara terus menerus,
penghasilannya tidak dibiayai dari APBN/APBD, dan dinyatakan lulus
seleksi tes kompetensi dasar dan tes kompetensi bidang.
“Sejauh ini, kami telah mengantongi puluhan nama honoser K2 yang
patut diduga tidak memenuhi persyaratan administrasi. Syarat yang diduga
tidak terpenuhi, diantaranya, SK pengabdian di atas tahun 2005, SK
pengabdian diduga dipalsukan karena orangnya tidak pernah honor atau
mengabdi, dan ada yang tidak bekerja atau tidak mengabdi secara
terus-menerus,” ungkap Aksah.
“Nama-nama honorer ini akan segera kami kirimkan kepada PPK di daerah
tempat para honorer itu dinyatakan lulus agar PPK bersangkutan dapat
memverifikasi kebenaran persyaratan mereka,” akunya.
Aksah menegaskan, selain nama-nama honorer tersebut dikirim kepada
setiap PPK di Sultra, pihaknya juga akan mengirimkan nama-nama honorer
yang meragukan tersebut kepada Kementerian PAN dan RB, BKN, BKN Regional
IV Makassar, dan masing-masing BKD tempat para honorer itu dinyatakan
lulus.
Disebutkan, puluhan honorer yang masih meragukan kebenaran datanya
tersebut berasal dari Provinsi Sultra, Kota Kendari, Kabupaten Konawe,
Kabupaten Konawe Utara, dan Kabupaten Buton Utara.
“Khusus untuk honorer K2 di Kabupaten Konawe Utara dan Buton Utara
masih harus kita klarifikasi lagi, sebab dua kabupaten tersebut
merupakan daerah pemekaran dan dimekarkan tahun 2007. KalauSK pengabdian
mereka dimulai sejak dua daerah tersebut dimekarkan, maka otomatis para
honorer itu tidak memenuhi syarat. Tetapi bisa jadi mereka telah
mengabdi di daerah induk sebelum tahun 2005. Inilah yang akan kita
buktikan nanti dalam proses klarifikasi,” jelasnya. (SD)
Post a Comment